Mengapa Adab Lebih Tinggi Dari Ilmu?

Beberapa waktu terakhir, publik Indonesia dikejutkan oleh pernyataan kasar dan merendahkan yang dilontarkan oleh pemuka agama. Pernyataan yang seharusnya mengedepankan kasih sayang dan kedamaian justru menciptakan kegelisahan di masyarakat. Tidak sedikit yang berkomentar, "Memanusiakan manusia itu sulit, itulah mengapa adab lebih tinggi dari ilmu." Ungkapan ini mencerminkan keresahan yang semakin dalam tentang pentingnya adab dalam kehidupan beragama, yang seharusnya menjadi landasan setiap ilmu yang dimiliki, terutama oleh pemuka agama.

Dalam ajaran Islam, adab dan ilmu merupakan dua pilar yang tak terpisahkan. Rasulullah SAW dikenal sebagai teladan terbaik (uswatun hasanah), bukan hanya karena pengetahuan agama yang luas, tetapi juga karena kesempurnaan akhlaknya. Bahkan, para ulama klasik seperti Imam Malik menekankan pentingnya belajar adab sebelum ilmu. Adab adalah cerminan moral seseorang, sementara ilmu adalah penuntun untuk menjalani kehidupan yang benar. Ketika keduanya berjalan beriringan, terciptalah individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga bijaksana.

Namun, ketika ilmu tidak disertai dengan adab, maka ilmu tersebut dapat berubah menjadi senjata yang melukai. Pernyataan-pernyataan kasar yang dilontarkan oleh beberapa pemuka agama menunjukkan betapa pentingnya adab dalam menyampaikan ilmu. Kata-kata yang seharusnya memberikan pencerahan dan kedamaian justru dapat menambah perpecahan dan ketegangan di masyarakat. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ilmu yang dimiliki oleh pemuka agama sudah disertai dengan adab yang baik?

Pernyataan "memanusiakan manusia itu sulit" mencerminkan kenyataan sosial yang kita hadapi. Banyak orang merasa bahwa nilai-nilai adab dan saling menghormati semakin terpinggirkan, bahkan oleh mereka yang seharusnya menjadi panutan. Sebagai pemuka agama, mereka memikul tanggung jawab besar dalam menjaga moral dan keimanan umat. Oleh karena itu, setiap ucapan dan tindakan mereka seharusnya mengedepankan nilai-nilai adab yang luhur.

Ucapan yang kasar dan merendahkan bukan hanya melukai perasaan individu, tetapi juga menciptakan jurang yang semakin dalam antara masyarakat dan agama. Sebagai pemuka agama, seharusnya mereka menjadi teladan yang memberikan pencerahan melalui kata-kata yang bijaksana, bukan yang menyakiti. Dalam hal ini, adab menjadi kunci utama untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap agama dan tokoh agamanya.

Masyarakat Indonesia yang hidup dalam keberagaman tentunya berharap agar agama menjadi penghubung, bukan pemecah belah. Salah satu alasan mengapa banyak orang merasa "memanusiakan manusia itu sulit" adalah karena adab semakin terabaikan. Adab bukan sekadar berbicara dengan lembut atau sopan, tetapi juga mencakup pengendalian diri dan penghormatan terhadap martabat orang lain. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa orang yang paling mulia di antara kita adalah yang paling baik akhlaknya. Oleh karena itu, pemuka agama harus mampu menjadi contoh dalam mengedepankan adab dalam setiap perkataan dan tindakan mereka.

Untuk mengatasi fenomena ini, pemuka agama perlu melakukan introspeksi diri dan kembali mengedepankan nilai-nilai adab dalam setiap ucapan dan tindakan. Sebelum menyampaikan kritik atau nasihat, pastikan bahwa pesan tersebut disampaikan dengan cara yang tidak menyakiti perasaan. Dan menjadikan setiap respon atau kritikan masyarakat yang kecewa dijadikan sebuah refleksi untuk memperbaiki diri. Selain itu, menjadi teladan melalui perilaku yang mencerminkan kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama itu perlu dilakukan.

Adab adalah jembatan yang menghubungkan ilmu dengan hati manusia. Tanpa adab, ilmu menjadi kehilangan makna dan arah, bahkan bisa menjadi berbahaya. Pemuka agama, sebagai penjaga moral dan keimanan, memikul tanggung jawab besar untuk menjaga setiap perkataan dan tindakan mereka. Pernyataan kasar dan merendahkan hanya akan menciptakan jarak, sementara adab akan mendekatkan hati dan memulihkan kepercayaan. Dalam dunia yang semakin rapuh kepercayaannya, adab harus menjadi prioritas utama bagi siapa pun yang ingin menjadi teladan.

Memanusiakan manusia memang sulit, tetapi dengan adab, tugas tersebut menjadi lebih mungkin. Adab harus menjadi pijakan dalam setiap langkah kita, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih besar, demi terciptanya dunia yang lebih harmonis dan penuh penghormatan.

Penulis : Rizqi Afrelina

Main HP Sambil Tiduran, Kebiasaan Sepele yang Berbahaya

Di era digital, smartphone menjadi teman setia yang tak terpisahkan, bahkan saat berbaring di ranjang. Kebiasaan main HP sambil tiduran, yang terkesan sepele, ternyata menyimpan bahaya tersembunyi yang dapat mengancam kesehatan fisik dan mental.

Posisi tubuh yang tidak ergonomis saat main HP sambil tiduran dapat menyebabkan otot leher dan punggung tegang, bahkan cedera. Cahaya biru yang dipancarkan layar HP dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Hal ini menyebabkan sulit tidur, insomnia, dan gangguan ritme sirkadian. Gerakan tangan yang berulang saat memegang HP dapat menyebabkan tekanan pada saraf di pergelangan tangan, yang berujung pada sindrom carpal tunnel. Kondisi ini ditandai dengan rasa kebas, kesemutan, dan nyeri pada tangan. Tidur dalam posisi telentang dengan HP di tangan dapat menekan organ pencernaan, menyebabkan gangguan pencernaan seperti heartburn dan refluks asam.

Selain dampak fisik, main HP sambil tiduran juga dapat memicu kecanduan smartphone dan gangguan mental. Paparan cahaya biru di malam hari dapat mengganggu produksi melatonin, yang juga berperan dalam mengatur suasana hati. Hal ini dapat meningkatkan risiko depresi dan gangguan mood lainnya. Konten negatif yang diakses melalui HP dapat memicu kecemasan dan stres, terutama jika diakses menjelang tidur.

Untuk mengatasi kebiasaan ini, batasi waktu penggunaan HP, terutama menjelang tidur. Letakkan HP di luar kamar tidur agar tidak tergoda untuk menggunakannya saat berbaring. Gunakan alarm tradisional untuk membangunkan Anda di pagi hari, bukan alarm HP. Berikan istirahat pada mata dengan melihat objek yang jauh selama 20 detik setiap 20 menit. Gunakan waktu sebelum tidur untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti membaca buku, bermeditasi, atau mendengarkan musik yang menenangkan.

Main HP sambil tiduran adalah kebiasaan yang perlu diwaspadai. Dampak negatifnya terhadap kesehatan fisik dan mental dapat merugikan dalam jangka panjang. Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan, Anda dapat melindungi diri dari bahaya yang mengintai di balik layar HP.

Penulis: Sutiya Sukmawati Ramli

Cartil Cimenyan: Surga Kecil di Atas Awan Bandung

Bosan dengan kehidupan di kota? Caringin Tilu atau Cartil bisa menjadi pilihan tepat untuk melepas penat. Terletak di ketinggian, tempat ini menawarkan pemandangan Kota Bandung yang memukau dari berbagai sudut.

Caringin Tilu atau yang dikenal dengan Cartil, menjadi destinasi baru di Bandung. Terletak di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Kawasan ini menawarkan panorama Kota Bandung yang memukau dari ketinggian.

Dengan udara sejuk yang khas pegunungan dan pemandangan kota yang dihiasi lampu-lampu malam, Cartil menjadi tempat yang sempurna untuk melepas penat. Selain menawarkan pemandangan yang indah, Cartil juga salah satu surga bagi para pecinta kuliner. Berbagai warung makan dan kafe berjejer di sepanjang jalan, pengunjung bisa menikmati berbagai kuliner sambil bersantai di kafe-kafe yang menyuguhkan pemandangan kota yang indah.

Cartil tidak hanya menarik bagi anak muda, tetapi juga menjadi destinasi wisata keluarga yang menyenangkan. Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah membuat anak-anak betah bermain.

Selain menikmati kuliner, keluarga juga bisa melakukan berbagai aktivitas seperti berfoto, bermain di area terbuka atau mengunjungi kebun sayur di sekitas kawasan. 

Penulis : Rika Ramadhani




Pesona Alam yang Memukau: Sawah Hijau Terbentang di Kaki Gunung Gede Pangrango

Keindahan alam Indonesia memang tidak ada habisnya untuk dijelajahi. Salah satu bukti nyata adalah pemandangan yang memukau selalu memanjakan mata, hamparan sawah hijau yang membentang luas di kaki Gunung Gede Pangrango dengan langit yang biru cerah.

Perpaduan warna hijau dari sawah dan biru langit menciptakan kontras yang sangat indah, seolah-olah alam sedang melukis karya seni yang sempurna. Gunung yang menjulang tinggi di kejauhan menambah kesan sempurna pada pemandangan ini. Udara segar dan suara burung melengkapi suasana yang begitu tenang dan damai.

Pemandangan seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kelestarian alam. Sawah-sawah yang membentang luas menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang. Pertanian yang dilakukan secara tradisional turut melestarikan budaya dan tradisi masyarakat setempat.

Gunung Gede Pangrango dengan pesonanya yang begitu memikat, sangat cocok bagi anda yang ingin melepas penat dari hiruk pikuk perkotaan. Selain menikmati keindahan alam, anda juga bisa berinteraksi langsung dengan warga setempat, belajar tentang proses pertanian atau bersantai sambil menikmati suasana pedesaan.

Informasi Tambahan:
• Lokasi: Jl. K.H. Damanhuri, Cijabon, Kec. Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
• Waktu terbaik: Kunjungi tempat di pagi atau sore hari untuk menghindari cuaca yang terlalu panas.
• Gambar diambil di tengah pedesaan, bukan tempat wisata. Namun, bagi yang ingin berlibur atau sekedar menikmati indahnya sawah bisa melakukan izin kepada warga setempat.

Penulis: Rika Ramadhani




Standar Hidup Media Sosial

Media sosial seperti TikTok dan Instagram telah membentuk realitas yang dikonstruksi melalui narasi visual dan digital, menciptakan standar ideal yang mendorong masyarakat untuk mengevaluasi diri berdasarkan standar eksternal. Konten ini menyentuh aspek materialisme, hedonisme, dan hubungan interpersonal, menimbulkan pertanyaan tentang autentisitas kehidupan yang dipamerkan.

Sartre menekankan kebebasan manusia dalam menentukan esensi dirinya, namun media sosial sering kali mendorong individu untuk hidup sesuai ekspektasi eksternal, mengabaikan kebebasan mereka. Konten viral tentang kesuksesan, kebahagiaan, dan hubungan ideal menciptakan ilusi bahwa kehidupan harus sempurna, sementara Kierkegaard menekankan pentingnya menjalani hidup sesuai nilai-nilai pribadi, meskipun melawan arus dominasi budaya.

Teori perbandingan sosial Festinger menjelaskan kecenderungan manusia untuk mengevaluasi diri berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Representasi yang dipilih dengan hati-hati di media sosial memperkuat standar yang tidak realistis dan menciptakan tekanan psikologis. Pembuat konten juga menjadi korban ekspektasi mereka sendiri, terjebak dalam kebutuhan untuk mempertahankan citra sempurna. Psikologi perkembangan Erikson menunjukkan bahwa konten tentang kehidupan dewasa sering kali dihasilkan oleh individu yang masih berada dalam tahap pencarian identitas, yang mungkin tidak relevan dengan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda.

Kierkegaard mengingatkan bahwa kehidupan yang bermakna didefinisikan oleh kejujuran terhadap diri sendiri, bukan standar dunia luar. Media sosial dapat menjadi cermin palsu yang menampilkan refleksi ideal, tetapi juga dapat menjadi alat inspirasi dan pertumbuhan jika dikelola dengan kesadaran. Masyarakat perlu memahami bahwa setiap individu memiliki ritme dan perjalanan hidupnya sendiri, dan tidak semua orang harus mencapai standar yang sering kali dipamerkan dalam konten viral.

Media sosial hanyalah medium, bukan penentu nilai manusia. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang psikologi dan refleksi filosofis, kita dapat membebaskan diri dari tirani standar maya. Kebahagiaan sejati terletak pada keberanian untuk menjadi diri sendiri dan menciptakan makna berdasarkan nilai-nilai pribadi, bukan meniru apa yang viral. Keaslian adalah bentuk pembebasan dari tekanan eksistensial yang diciptakan oleh dunia maya.

Penulis: Tubagus Nursayid