Sayangi Bumi, Mulai dari Rumah: Lurah Cisurupan Ajak Warga Pilah Sampah

VOKALOKA.COM, Bandung – Pemerintah Kelurahan Cisurupan kembali menggelar sosialisasi pentingnya pemilahan sampah rumah tangga sebagai langkah awal pengelolaan sampah yang lebih baik. Acara yang dilaksanakan di Balai Kelurahan pada Kamis (31/10/2024) ini menyoroti upaya kelurahan dalam meningkatkan kesadaran warga, terutama terkait pengolahan sampah organik menggunakan maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF).  

Meskipun program serupa telah disosialisasikan sejak tahun lalu, masih banyak warga yang belum secara konsisten menerapkan pemilahan sampah. Hal ini menyebabkan tingginya volume sampah yang tidak terolah dengan baik, sehingga memperburuk masalah lingkungan di wilayah tersebut.  

Dalam sosialisasi ini, pemilahan sampah kembali ditekankan menjadi tiga kategori utama: organik, anorganik, dan residu. Sampah organik seperti sisa makanan, dapat diolah menjadi kompos atau dimanfaatkan sebagai pakan maggot. Sampah anorganik, seperti plastik dan kertas, dapat didaur ulang, sedangkan residu akan dibuang ke tempat pembuangan akhir secara terpisah.  

Metode pengolahan sampah organik menggunakan maggot juga diperkenalkan kembali sebagai solusi inovatif dan ekonomis. Maggot mampu mengurai sampah organik dengan cepat sekaligus menghasilkan produk bernilai tambah seperti pakan ternak. Pemerintah kelurahan menyediakan pelatihan singkat mengenai cara memanfaatkan maggot, sehingga warga dapat mulai mengolah sampah organik secara mandiri.  

Namun, meskipun manfaatnya sudah dijelaskan, tingkat kesadaran warga masih menjadi tantangan. Lurah Cisurupan menegaskan bahwa partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan untuk keberhasilan program ini. "Pemilahan sampah adalah langkah kecil yang berdampak besar. Dengan komitmen bersama, masalah sampah di Cisurupan bisa diatasi," ujarnya.  

Selain itu, pemerintah kelurahan juga berencana untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan insentif bagi warga yang konsisten memilah sampah di lingkungannya. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong perubahan perilaku secara bertahap, sehingga pemilahan sampah tidak lagi menjadi kewajiban yang terabaikan.  

Sosialisasi ini diharapkan mampu membawa perubahan nyata dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Cisurupan. Dengan kombinasi edukasi, inovasi, dan kolaborasi, kelurahan ini berupaya menjadi contoh bagi daerah lain dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.


Reporter: Salsabila Amani Sa'diyah


Mini Mania, Taman Miniatur Dunia Tempat Rekreasi yang Menarik untuk Dikunjungi

Taman miniatur dunia atau yang lebih dikenal dengan mini mania terletak di Jl Raya Lembang No 165, Gudangkahuripan, Kec. Lembang, Kab. Bandung Barat. Tempat ini ramai dikunjungi pada saat hari weekend, yang bikin menarik ketika sudah masuk ke dalam, pengunjung akan dipandu oleh para kurcaci selama keliling  wisata tersebut.

Ada beberapa aturan di taman miniatur dunia, diantaranya jangan menginjak tanaman, jangan membawa makanan dari luar, jangan merokok, jangan menaiki miniatur dan jangan mencabut rumput yang ada di wahana tersebut.

Di dalam wahana, kurang lebih terdapat  50 lebih miniatur dunia yang ada, diantaranya : Patung Liberty, Stonehenge, Menara Eiffel, Tembok Besar China, Candi Prambanan, Blue Mosque, Kincir Angin Belanda, Big Ben, Menara Pisa, Taj Mahal, dan lain sebagainya.
 
Selain melihat miniatur, di Mini Mania Lembang juga terdapat berbagai aktivitas lain, seperti Berkeliling taman dengan mini pedicab, Menonton atraksi Minius Dance, Berfoto di Area Sakura Park, Berkeliling dengan Mini Loco, Bermain panahan di Fun Archery, Memberi makan hewan, Belanja di Dairy Shop, Sewa kostum kimono.

Penulis : Rian Permana 

Timnas Indonesia Kalah Lawan Jepang, Nobar di Kedai Kedoel Tetap Semarak

VOKALOKA.COM, Bandung - Nobar (nonton bareng) pertandingan Timnas Indonesia melawan Jepang pada Jumat (15/11/2024) di Kedai Kedoel yang berlokasi di Jl. Pertamina No.1, Cipadung Wetan, Kec. Panyileukan, Kota Bandung, berlangsung meriah meskipun hasil akhir tidak berpihak pada Garuda. Dengan skor 0-4, Jepang menunjukkan dominasinya, namun semangat para suporter Indonesia di Kedai Kedoel tetap berkobar hingga akhir pertandingan.

Pertandingan yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta itu menampilkan permainan cepat dari tuan rumah. Indonesia berusaha memberikan perlawanan, namun tekanan tinggi Jepang memaksa Timnas bermain lebih defensif. Meski begitu, beberapa peluang emas sempat tercipta, namun sayangnya belum mampu dikonversi menjadi gol.

Pengunjung yang memadati area kedai menyemangati Timnas dengan sorak-sorai, terutama saat Indonesia hampir mencetak gol. "Hasil pertandingan memang kurang memuaskan, tapi disini rame sekali, jadi lebih kerasa pengalaman nontonnya, " ujar Syafiq, salah seorang penonton

Syafiq juga mengungkapkan bahwa ini bukan kali pertama dia mengikuti nobar di Kedai Kedoel, dia sudah mengikuti acara disini berkali-kali. Karena lokasi Kedai Kedoel tidak begitu jauh dari kediamannya, sehingga ketika ada acara nobar, dia akan datang ke kedai ini untuk ikut merasakan euforia menonton Timnas layaknya berada di tribun stadion.

Di Kedai Kedoel, para penggemar bergemuruh setiap kali Indonesia menunjukkan perlawanan, Suasana hangat tercipta, ditambah dengan layar besar dan hidangan khas surabi Kedai Kedoel yang menemani nobar. Acara ini diakhiri dengan diskusi seru dan foto bersama di depan layar besar sebagai kenang-kenangan. Para pengunjung kemudian pulang, menantikan kebangkitan Timnas di pertandingan berikutnya.

Reporter: Yunus

Kesehatan Mental Mahasiswa, Butuh Perhatian yang Semakin Mendesak

Kematian tragis seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diduga bunuh diri di Apartemen Pinewood Cikeruh, Jatinangor, Sumedang, yang diduga loncat dari lantai 27 pada selasa (19/11/2024). Baru-baru ini membuka kembali wacana tentang kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa masalah kesehatan mental bukanlah isu yang bisa dianggap remeh, apalagi di tengah lingkungan kampus yang seringkali terjebak dalam budaya kompetitif dan tekanan akademik yang sangat tinggi. Kasus seperti ini menggugah kita untuk menilai kembali bagaimana sistem pendidikan indonesia, khususnya di perguruan tinggi, memperlakukan kesehatan mental mahasiswanya.

Beban akademik yang berat, tuntutan untuk selalu berprestasi, serta ekspektasi sosial yang menuntut mahasiswa untuk tampil sempurna sering kali menciptakan tekanan luar biasa. Di tengah segala kewajiban dan harapan yang datang dari berbagai arah, mahasiswa sering kali merasa kesulitan untuk mengatur waktu, mengelola stres, dan memprioritaskan kesejahteraan mental mereka. Pada akhirnya, banyak yang merasa terperangkap dalam depresi, kecemasan, dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan mereka. Jika kondisi ini tidak mendapat perhatian yang serius, maka risiko terjadinya tindakan tragis seperti bunuh diri akan terus mengintai.

Sayangnya, kesehatan mental sering kali diabaikan, terutama di kalangan generasi muda. Mahasiswa sering kali merasa malu atau takut untuk mencari bantuan, khawatir akan dianggap lemah atau tidak mampu mengatasi masalah mereka sendiri. Hal ini diperburuk oleh kurangnya aksesibilitas dan keterbatasan layanan konseling di banyak kampus. Bahkan di perguruan tinggi yang memiliki fasilitas layanan psikologis, kapasitas yang tersedia sering kali tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang membutuhkan dukungan mental. Ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.

Kampus dan masyarakat di sekitar mahasiswa harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung kesehatan mental. Salah satu langkah konkret yang bisa diambil adalah dengan memperluas akses ke layanan konseling yang lebih mudah untuk dijangkau, Kampus juga perlu memberikan pelatihan kepada para pengajar dan staf untuk mengenali tanda-tanda stres dan gangguan mental pada mahasiswa, sehingga mereka dapat memberikan dukungan yang tepat pada waktu yang tepat. Selain itu, penting juga untuk menumbuhkan budaya yang lebih terbuka dalam membicarakan kesehatan mental, sehingga mahasiswa merasa tidak sendirian dan tidak takut untuk mencari bantuan.

Dukungan terhadap kesehatan mental mahasiswa tidak hanya menjadi tanggung jawab Perubahan ini tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi jika kita semua berkomitmen untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan mental mahasiswa, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan produktif bagi generasi penerus bangsa. Kematian tragis ini seharusnya menjadi titik balik yang mendorong kita untuk bertindak lebih cepat dan lebih sigap dalam menangani masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa, karena tidak ada prestasi yang sebanding dengan kehidupan yang hilang.

Reporter : Rohimah Nurbaeti


Gus Miftah dan Penjual Es: Tokoh Agama Gagal Menjadi Teladan

Figur agama di Indonesia, seperti habib, gus, dan kiai, memegang peran penting dalam masyarakat. Mereka bukan hanya pembawa pesan moral dan spiritual, tetapi juga dianggap sebagai panutan. Oleh karena itu, setiap tindakan dan ucapan mereka selalu diawasi oleh publik. Namun, penting untuk diingat bahwa mereka tetap manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Baru-baru ini, Gus Miftah Maulana Habiburrahman menjadi sorotan karena pernyataannya yang dianggap mengejek pedagang kecil. Meskipun dia mengklaim itu hanya candaan, respons publik sangat beragam.

Namun, kesempatan untuk melakukan kesalahan tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk melupakan tanggung jawab moral dalam menjaga ucapan. Sebagai figur publik, pemimpin agama harus sangat berhati-hati dalam setiap ucapan mereka, karena dampaknya tidak hanya pada individu, tetapi juga pada persepsi publik terhadap agama. Kaidah fikih "mencegah keburukan lebih utama daripada menciptakan kebaikan" mengingatkan kita bahwa menjaga ucapan yang dapat menimbulkan kerusakan harus diutamakan daripada sekadar menyampaikan pesan, bahkan jika niatnya adalah humor. Dalam forum publik, seperti pengajian, figur agama harus memastikan bahwa candaan atau ucapan mereka tidak menyakiti atau merendahkan orang lain.

Respons masyarakat terhadap kesalahan figur agama mencerminkan tingkat kedewasaan sosial. Seringkali, masyarakat Indonesia cenderung memberikan respons ekstrem, antara memuja secara berlebihan atau menghukum secara tidak proporsional. Sikap seperti ini, jika tidak dikelola dengan bijak, dapat menyebabkan perpecahan yang merugikan. Sebagai umat yang diajarkan untuk saling mengingatkan dalam kebenaran, kritik terhadap figur agama harus tetap disampaikan, tetapi dengan cara yang konstruktif dan penuh hormat. Kritik yang baik tidak hanya mengingatkan mereka untuk berhati-hati, tetapi juga membantu mereka memperbaiki diri agar dapat terus bermanfaat bagi masyarakat.

Di sisi lain, masyarakat juga harus mampu melihat kebaikan yang telah dilakukan oleh figur agama tersebut. Dalam kasus Gus Miftah, kontribusinya dalam mempromosikan toleransi, kerukunan antarumat beragama, dan dakwah yang inklusif tidak boleh diabaikan hanya karena satu kesalahan. Islam mengajarkan untuk menilai seseorang secara keseluruhan, bukan hanya dari satu tindakan atau ucapan yang keliru.

Kasus ini memberikan pelajaran penting bagi semua pihak. Bagi figur agama, ini adalah pengingat untuk selalu menjaga ucapan dan tindakan agar sesuai dengan nilai-nilai yang mereka ajarkan. Bagi masyarakat, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan sikap bijak dan proporsional dalam menanggapi kesalahan, tanpa mengabaikan kontribusi besar yang telah diberikan. Secara keseluruhan, kita belajar bahwa harmoni sosial hanya dapat terwujud jika semua pihak saling memahami dan memberikan ruang untuk memperbaiki diri. Dengan sikap saling menghormati ini, nilai-nilai kebaikan dalam agama akan tetap terjaga, dan figur agama dapat terus berperan sebagai pilar moral di tengah masyarakat.


Penulis : Tubagus Nursayid