Coffee Garden Pondok Citarum: Dari Lahan Ketahanan Pangan, Jadi Oase Bisnis dan Budidaya Unggas


VOKALOKA.COM, Bandung - Di tengah hiruk-pikuk Desa Cimekar, tepatnya di Jl. Cisitu No.64, terdapat sebuah tempat yang menarik perhatian dengan keunikan dan latar belakangnya yang kaya akan sejarah ketahanan pangan. Tempat ini adalah Coffee Garden Pondok Citarum, sebuah kafe yang berdiri megah di lokasi yang dulunya merupakan bagian dari program ketahanan pangan yang digagas oleh TNI. Kini, menjadi perpaduan sempurna antara bisnis dan pemberdayaan lingkungan.

Pemilik Coffe Garden Pondok Citarum, Kolonel Epi Kustiawan, mendirikan kafe ini pada tahun 2018. Namun, sejarah tempat ini jauh melampaui keberadaan bangunan kafe. Pada awalnya, lahan ini adalah area perkebunan yang menjadi bagian dari program sosialisasi ketahanan pangan bagi masyarakat sekitar. Lahan ini digunakan untuk mengedukasi warga tentang pertanian, dengan menanam pohon jati, lemon, dan berbagai jenis buah lainnya.

Saat program ketahanan pangan tersebut mendekati akhir, Kolonel Epi memutuskan untuk tidak menghentikan visi jangka panjang yang telah dimulai di tempat ini. Alih-alih hanya menjadi lahan perkebunan, dia membangun kafe yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat bersantai dan menikmati kopi. Tetapi tetap mempertahankan semangat program ketahanan pangan yang pernah diinisiasi.

Hal yang membuat Coffee Garden Pondok Citarum unik adalah komitmennya untuk terus melanjutkan budidaya unggas dan tanaman pangan. Di balik nuansa kafe yang modern dan nyaman, pengunjung akan menemukan area budidaya unggas seperti ayam dan burung, yang menjadi bagian dari kontribusi kafe ini terhadap ketahanan pangan lokal. Selain unggas, di lahan sekitar kafe juga dibudidayakan tanaman hidroponik dan berbagai jenis ikan hias. Tanaman jati dan buah-buahan yang dahulu ditanam dalam program ketahanan pangan masih dipertahankan, menambah nuansa alami dan hijau di sekitar kafe.

Tidak hanya menjadi tempat ngopi, Coffee Garden Pondok Citarum telah berkembang menjadi pusat edukasi tidak resmi bagi warga sekitar yang tertarik pada konsep ketahanan pangan dan budidaya unggas. Kafe ini secara tidak langsung mengajarkan pengunjungnya tentang pentingnya menjaga keberlanjutan, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan.

Dengan perpaduan antara bisnis dan konsep ketahanan pangan, Kolonel Epi Kustiawan telah menciptakan model unik yang tidak hanya menguntungkan secara komersial, tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Coffee Garden Pondok Citarum adalah bukti nyata bahwa konsep ketahanan pangan dapat dikembangkan dan dipadukan dengan kreativitas bisnis yang menghasilkan manfaat jangka panjang bagi semua pihak.


Reporter: Rizqi Afrelina

Tingkatkan Literasi Masyarakat, Kelurahan Mekarmulya Adakan Sosialisasi Program Pojok Baca

VOKALOKA.COM, Bandung - Kelurahan Mekarmulya mengadakan sosialisasi program Pojok Baca, pada Jum'at (11/10/2024) di Aula Kelurahan Mekarmulya, Jalan Mekarmulya, Kota Bandung. Acara tersebut diisi oleh Teguh, sebagai pegiat Pojok Baca Kelurahan Mekarmulya. 

Dalam sosialisasi Pojok Baca, dia secara khusus membahas teknik-teknik kreativitas untuk memecahkan kebekuan, agar suasana penonton di dalam forum bisa mencair, membuat sosialisasi ini lebih menyenangkan.

Sosialisasi ini dihadiri oleh sejumlah pelaksana tugas (PLT) Lurah Mekarmulya, Rachmat Hidayat, beserta jajaran dan stafnya.  Turut hadir juga Bunda PAUD Kelurahan Mekarmulya.

Teguh menuturkan bahwa program yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat, yaitu Pojok Baca. Kegiatan ini akan dilakukan dengan pendekatan sederhana untuk guru PAUD agar mereka memiliki daya kreativitas sebagai pengajar.  

Guru PAUD diharapkan bisa secara mandiri mengembangkan kreativitas sebagai pengajar. Melalui pembuatan lagu sederhana sebagai penyemangat dalam pembelajaran ataupun lagu-lagu untuk mencairkan suasana.


Reporter: Riki Rachmat Ilham


Budidaya Ikan di Desa Cimekar: Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat

VOKALOKA.COM, Bandung - Di balik keindahan alam pedesaan Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, tersimpan sebuah kisah inspiratif tentang upaya pemberdayaan masyarakat melalui budidaya ikan. Kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun menjadi pondasi kuat dalam mengembangkan sektor perikanan di desa ini.

Warga Cimekar memiliki pengetahuan tentang jenis ikan yang cocok dibudidayakan di perairan setempat, serta teknik-teknik tradisional yang ramah lingkungan. Mereka memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan lahan kosong yang disulap menjadi kolam ikan. Dengan modal yang terbatas, masyarakat berhasil mengembangkan usaha budidaya ikan yang berkelanjutan.

"Kolam ikan besar sudah ada sejak peninggalan nenek moyang dan kolam kecil sudah ada sekitar dua tahun. Kolam ikan kami berisi berbagai jenis, seperti ikan mas, ikan nila, ikan koi dan juga ikan lele, meskipun populasinya hanya sedikit," ungkap Ita, salah satu pengurus budidaya ikan tersebut. Keberhasilan budidaya ikan di Desa Cimekar telah meningkatkan produksi ikan mas dan nila, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.

Keberhasilan mereka tidak lepas dari dukungan pemerintah desa dan berbagai pihak terkait. Selain meningkatkan pendapatan masyarakat, budidaya ikan juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. Dengan mengelola perairan secara bijaksana, kualitas air di Desa Cimekar menjadi lebih baik. Selain itu, budidaya ikan juga membantu menjaga keanekaragaman hayati perairan.

Keberhasilan Desa Cimekar dalam mengembangkan budidaya ikan menjadi inspirasi bagi desa-desa lain. Pemerintah daerah pun semakin gencar memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor perikanan di daerahnya. Melalui budidaya ikan, masyarakat Desa Cimekar tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi, tetapi juga melestarikan kearifan lokal dan menjaga kelestarian lingkungan.

Reporter : Suci Resti Fauziah

Unsur Mistis dalam Tradisi Reak yang Tetap Lestari di Kelurahan Palasari



VOKALOKA.COM, Bandung - Kelurahan Palasari, Kabupaten Bandung, memiliki tradisi reak yang senantiasa dijaga sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal masyarakat Sunda, khususnya di Desa Palasari. Reak, yang dikenal sebagai bentuk kesenian rakyat, memadukan unsur musik, tarian, dan seni pertunjukan, menghadirkan nuansa mistis dan magis yang membuatnya tetap menarik hingga saat ini. 

Dalam pertunjukannya, seni reak menampilkan iringan musik gamelan yang rancak dan tarian dinamis. Salah satu elemen paling ikonik adalah kehadiran barongan, yang menyerupai sosok harimau atau makhluk mistis lainnya. Tak jarang, para penari yang kesurupan akan menampilkan gerakan tak terduga, yang semakin memperkuat unsur mistis pertunjukan. 

Di Palasari, reak sering dihadirkan dalam acara-acara tertentu, seperti pernikahan, khitanan, atau hajatan besar lainnya. Masyarakat setempat percaya bahwa pertunjukan ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebagai upaya meminta berkah dan perlindungan dari kekuatan gaib. Ritual ini dianggap sakral, terutama saat penari atau penonton mengalami trance atau kesurupan. 

Menurut salah seorang tokoh masyarakat Palasari, Zufi, tradisi reak menjadi simbol kebersamaan dan warisan leluhur yang harus dilestarikan. "Kami di sini selalu mengadakan latihan secara rutin agar generasi muda tetap terlibat. Ini bukan sekadar kesenian, tapi juga bagian dari identitas kami," ujarnya. 

Namun, budaya reak juga menghadapi tantangan di tengah arus modernisasi. Minat generasi muda terhadap tradisi lokal kadang menurun akibat pengaruh budaya populer dan perkembangan teknologi. Untuk menjaga keberlanjutannya, beberapa komunitas seni di Palasari bekerja sama dengan sekolah dan pemerintah daerah dalam menggelar festival budaya reak secara rutin. 

Melalui upaya pelestarian ini, diharapkan reak tidak hanya bertahan, tetapi juga semakin dikenal oleh masyarakat luas sebagai warisan budaya Kabupaten Bandung yang berharga. Seni reak bukan sekadar pertunjukan, melainkan cerminan kekayaan spiritual dan kearifan lokal masyarakat Palasari yang patut dibanggakan. Reak bukan sekadar pertunjukan musik dan tari, tetapi juga merupakan cerminan jati diri masyarakat Sunda yang berakar pada sejarah dan tradisi nenek moyang. 

Keunikan reak terletak pada unsur kesurupan trance yang dipercaya sebagai wujud komunikasi dengan kekuatan gaib di mana makhluk mitologis berbentuk harimau atau naga, yang menjadi daya tarik utama bagi penonton. Musik gamelan yang dinamis mengiringi setiap gerakan para penari, menambah nuansa sakral dan energik dalam pertunjukan. Dalam upaya memperkenalkan budaya reak secara lebih luas, masyarakat Palasari bersama pemerintah daerah dan komunitas seni setempat aktif mempromosikan seni ini melalui berbagai kegiatan. 

Festival budaya reak rutin digelar setiap tahun, di mana pertunjukan reak dipadukan dengan acara-acara lainnya seperti pameran seni tradisional dan kuliner khas Sunda. Selain itu, komunitas-komunitas seni juga mengadakan pelatihan bagi generasi muda agar mereka bisa terlibat langsung dalam pelestarian budaya reak. Melalui media sosial dan dukungan dari pemerintah, pertunjukan reak kerap didokumentasikan dan dibagikan ke platform digital, memperluas jangkauan penonton hingga ke luar Kabupaten Bandung.
 
"Ini bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga memperkenalkan reak sebagai warisan budaya yang bisa bersaing di tingkat nasional maupun internasional," ujar Dede, salah satu pelatih seni reak di Palasari. 

Meskipun sudah mendapat perhatian lebih, budaya reak tetap menghadapi tantangan di tengah modernisasi. Beberapa anak muda cenderung lebih tertarik dengan hiburan modern, seperti musik populer dan media digital. Untuk itu, pemerintah daerah dan komunitas seni bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk memasukkan seni reak dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dengan berbagai upaya promosi dan publikasi yang dilakukan, masyarakat Palasari berharap budaya reak bisa terus hidup dan berkembang. Reak bukan hanya bentuk seni hiburan, tetapi juga warisan leluhur yang mengandung unsur kemanusiaan yang mendalam; kenangan. 

 Reporter: Umar Biliqoillah


Kopi Manglayang Go Publik Melalui Inovasi Masyarakat Lokal


VOKALOKA.COM, Bandung -  Sebuah café di kawasan Manglayang menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta kopi dan anak muda. Terletak di kaki Gunung Manglayang, café ini tidak hanya menyajikan konsep kopi buku dikatenakan terdapat market mahasiswa  tetapi juga memperkenalkan kopi lokal berkualitas tinggi.  

Kopi Manglayang, yang dihasilkan dari perkebunan sekitar, memiliki cita rasa unik dengan aroma floral dan aftertaste. Keberadaan café ini seolah menggabungkan dua elemen favorit masyarakat, kopi dan wisata alam menjadikannya destinasi yang ramai dikunjungi, terutama di akhir pekan.  

"Kami ingin memperkenalkan kopi Manglayang ke masyarakat lebih luas. Dengan suasana pegunungan yang asri, pengunjung bisa menikmati pengalaman minum kopi yang berbeda," ujar pemilik café.  

Pengunjung tidak hanya datang untuk mencicipi kopi, tetapi juga untuk menikmati suasana nyaman dengan konsep terbuka. Café ini memiliki area outdoor dengan tempat duduk yang menghadap langsung ke pemandangan hutan pinus dan Gunung Manglayang, menciptakan atmosfer relaksasi yang sempurna. Seorang pengunjung, Fadil Mutaqien, mengaku terkesan dengan pengalaman yang ia dapatkan. "Kopinya enak banget, rasanya beda dibandingkan kopi komersial lainnya. Ditambah lagi, tempatnya keren, cocok buat nugas," ujarnya.  

Café ini juga mendukung produk lokal dengan menggunakan biji kopi dari petani di sekitar Manglayang. Dengan semakin populernya tempat ini, café tersebut berencana mengadakan kegiatan rutin seperti workshop brewing dan tur edukasi ke perkebunan kopi. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi kopi lokal sekaligus mendukung ekonomi masyarakat sekitar.  

Café di kaki Gunung Manglayang kini bukan hanya menjadi tempat nongkrong, tetapi juga simbol pemberdayaan komunitas dan promosi kopi khas lokal. Pesona alam yang dipadukan dengan kenikmatan kopi otentik menjadikannya pengalaman baru untuk pecinta kopi daerah Bandung dan sekitarnya. Ke depan, café ini juga berencana memperluas konsep ekowisata dengan menghadirkan aktivitas lain, seperti camping ground dan trekking ringan ke area hutan sekitar. Pengunjung dapat menikmati pengalaman menyatu dengan alam sekaligus belajar lebih dalam tentang proses pengolahan kopi, mulai dari pemetikan hingga penyeduhan. 

"Kami ingin café ini lebih dari sekadar tempat ngopi. Kami ingin mengajak orang-orang menikmati alam dengan lebih sadar dan menghargai setiap cangkir kopi yang mereka minum," jelas pengelola café.  

Selain itu, café ini juga menggandeng komunitas kreatif lokal untuk mengadakan acara rutin seperti pasar seni, pameran fotografi, dan pertunjukan musik akustik. Dengan cara ini, café berperan aktif dalam mendukung pelaku seni dan budaya setempat.  

Bagi warga Bandung dan sekitarnya, café di Manglayang ini telah menjadi tempat favorit untuk berkumpul dan melepas penat dari rutinitas kota. Banyak pengunjung datang tidak hanya untuk menikmati kopi, tetapi juga menjadikan tempat ini spot ideal untuk bekerja (work from café) atau sekadar bersantai sambil menikmati udara sejuk pegunungan.  

"Kopinya nikmat, suasananya tenang, dan ada Wi-Fi juga. Jadi, betah nongkrong lama-lama di sini," ungkap Zufi, seorang pekerja lepas yang kerap menjadikan café ini sebagai tempat bekerja.  

Dengan strategi yang menggabungkan kopi berkualitas, keindahan alam, dan kegiatan komunitas, café ini berhasil membangun ekosistem wisata berkelanjutan. Café tersebut kini menjadi bukti bahwa bisnis kuliner yang berpadu dengan potensi alam lokal dapat menarik minat pengunjung sekaligus memberi dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.


Reporter: Umar Biliqoillah