Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, banyak orang mulai melirik gaya hidup baru yang bertujuan menyeimbangkan waktu, pikiran, dan aktivitas sehari-hari. Tren slow living kini semakin populer, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuk dunia digital.
Slow living bukan sekadar hidup dengan kecepatan lambat, tetapi sebuah filosofi untuk menjalani hidup dengan kesadaran penuh, menghargai momen, dan memilih kualitas daripada kuantitas. Dari rutinitas harian hingga hubungan sosial, slow living mendorong orang untuk mengambil jeda, berhenti dari kebiasaan multitasking yang sering membuat stres, dan menikmati setiap proses kehidupan.
Tren ini muncul sebagai reaksi terhadap hustle culture—budaya kerja berlebihan yang memaksa seseorang untuk terus produktif. Pandemi COVID-19 menjadi momen refleksi bagi banyak orang untuk mengevaluasi gaya hidup mereka. Kesehatan mental, yang sering terabaikan dalam kehidupan modern, menjadi fokus utama.
Hidup sederhana bukan berarti meninggalkan kenyamanan, melainkan menyingkirkan hal-hal yang tidak esensial. Ini bisa dimulai dengan merapikan rumah, mengurangi belanja impulsif, atau menerapkan gaya hidup minimalis.
Slow living mengajarkan pentingnya fokus pada satu hal dalam satu waktu. Mulai dari menikmati sarapan tanpa melihat ponsel hingga meluangkan waktu untuk membaca buku di sore hari.
Penulis : Syahrani Khasyifa KPI5D
No comments
Post a Comment