Setiap tahunnya, Pondok Pesantren Salafiyah Al-Mu'awanah yang berlokasi di Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung rutin melaksanakan kegiatan ziarah ke makam para Wali. Kami melaksanakan ziarah ke makam Wali Songo yaitu Sunan Gunung Djati, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kalijaga. Selain itu, kami juga pergi berziarah ke makam wali yang lainnya, seperti, Syekh Datul Kahfi, Raden Fatah, Syekh Baeng Yusuf, Habib Toha bin Yahya, dan Habib Ahmad Bin Abdullah.
Acara ini diikuti oleh para santri serta jemaah pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan ziarah Wali Songo ini biasanya dilakukan selama kurang lebih lima hari. Namun, karena para jamaah hanya memiliki waktu luang di akhir pekan saja, maka pimpinan ponpes memutuskan untuk berangkat hanya dua hari satu malam saja.
Selama berziarah kami mendapati kejadian-kejadian unik di beberapa tempat ziarah. Pertama, ketika kami berziarah ke makam Sunan Gunung Djati dan Syekh Nurjati. Saat kami berangkat ke Makam Sunan Gunung Djati, kami sangat terkejut melihat banyak pengemis yang meminta-minta kepada rombongan ziarah, mulai dari lansia, anak-anak bahkan preman yang mabuk pun ikut mengemis. Dari ujung ke ujung, mereka antre meminta uang dari kami, bahkan sebagian ada yang terus mengikuti sampai ke gerbang makam karena kami tidak memberi uang. Padahal sebelumnya, ketika di bus, kami menonton video kawasan makam Sunan Djati dan mengira bahwa mereka adalah warga setempat yang sedang nongkrong. Ternyata, mereka adalah pengemis.
Kejadian kedua terjadi ketika kami berziarah ke makam Sunan Kudus. Setelah sampai di terminal bus di Kudus, semua orang tertidur lelap, sebagian ada yang bangun untuk mandi. Sesampainya di Menara Kudus, para peziarah menunggu bedug yang berada di atas menara dibunyikan. Salat Subuh pun dilaksanakan dengan khusyuk. Setelah berdzikir dan berdoa, kami berangkat ke makam Sunan Kudus yang berada tidak jauh dari kawasan masjid. Kami harus membuka sandal ketika memasuki makam, dan suasana makam pun masih sepi karena masih pagi.
Jam 6 pagi, rombongan kami selesai berziarah, lalu siap-siap untuk berfoto bersama di depan Menara Kudus. Foto yang akan diabadikan oleh bagian dokumentasi, akan tetapi terhalang oleh tukang foto paksa. Mereka mengarahkan jemaah untuk difoto, lalu mencetaknya dengan inisiatif tanpa jemaah minta, dan meminta bayaran dari foto tersebut. Selain itu, kawasan foto yang berada di sisi jalan pun bentrok dengan kendaraan yang lalu lalang sehingga mengganggu kegiatan dokumentasi foto.
Kejadian yang ketiga terjadi di kawasan makam Sunan Muria. Sesampainya di makam, kami berjalan sedikit ke atas untuk naik ojek. Namun, suasana di atas ricuh, karena para jemaah berebut ojek untuk sampai ke makam yang berada di atas. Karena kami mengambil hari Minggu pagi, banyak rombongan dari penjuru Nusantara yang berziarah. Perbandingan jumlah antara jemaah dan ojek sangat jauh, sehingga mau tidak mau, kami khususnya panitia harus berebut dan saling sikut untuk mendapatkan ojek. Suasana saat itu sangat rusuh. Karena banyak lansia di rombongan kami, maka santriwan dan santriwati mengalah terlebih dahulu untuk para lansia.
Sunan Muria merupakan makam terakhir yang kami ziarahi. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Sesudah do'a perjalanan dipanjatkan, untuk mengisi kekosongan perjalanan, bidang dokumentasi memutar musik-musik religi. Di pertengahan jalan, kami tidak lupa untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa ke Bandung, dan kami membeli di daerah Kampung Semarang. Setelah puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar pukul 9 malam, kami melaksanakan salat jamak takhir Isya dan Ashar. Setelah 40 menit, kami melanjutkan perjalanan.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 23.30 WIB, kami pun sampai di Bandung, di Ma'had tercinta yaitu Ma'had Al-Mu'awanah. Orang-orang turun dari bus dengan membawa oleh-oleh dan barang bawaannya. Kembali ke rumah untuk beristirahat, dan bersiap melanjutkan kegiatan esok pagi.
Penulis : Rifqi Muhammad Rofiqi
Acara ini diikuti oleh para santri serta jemaah pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan ziarah Wali Songo ini biasanya dilakukan selama kurang lebih lima hari. Namun, karena para jamaah hanya memiliki waktu luang di akhir pekan saja, maka pimpinan ponpes memutuskan untuk berangkat hanya dua hari satu malam saja.
Selama berziarah kami mendapati kejadian-kejadian unik di beberapa tempat ziarah. Pertama, ketika kami berziarah ke makam Sunan Gunung Djati dan Syekh Nurjati. Saat kami berangkat ke Makam Sunan Gunung Djati, kami sangat terkejut melihat banyak pengemis yang meminta-minta kepada rombongan ziarah, mulai dari lansia, anak-anak bahkan preman yang mabuk pun ikut mengemis. Dari ujung ke ujung, mereka antre meminta uang dari kami, bahkan sebagian ada yang terus mengikuti sampai ke gerbang makam karena kami tidak memberi uang. Padahal sebelumnya, ketika di bus, kami menonton video kawasan makam Sunan Djati dan mengira bahwa mereka adalah warga setempat yang sedang nongkrong. Ternyata, mereka adalah pengemis.
Kejadian kedua terjadi ketika kami berziarah ke makam Sunan Kudus. Setelah sampai di terminal bus di Kudus, semua orang tertidur lelap, sebagian ada yang bangun untuk mandi. Sesampainya di Menara Kudus, para peziarah menunggu bedug yang berada di atas menara dibunyikan. Salat Subuh pun dilaksanakan dengan khusyuk. Setelah berdzikir dan berdoa, kami berangkat ke makam Sunan Kudus yang berada tidak jauh dari kawasan masjid. Kami harus membuka sandal ketika memasuki makam, dan suasana makam pun masih sepi karena masih pagi.
Jam 6 pagi, rombongan kami selesai berziarah, lalu siap-siap untuk berfoto bersama di depan Menara Kudus. Foto yang akan diabadikan oleh bagian dokumentasi, akan tetapi terhalang oleh tukang foto paksa. Mereka mengarahkan jemaah untuk difoto, lalu mencetaknya dengan inisiatif tanpa jemaah minta, dan meminta bayaran dari foto tersebut. Selain itu, kawasan foto yang berada di sisi jalan pun bentrok dengan kendaraan yang lalu lalang sehingga mengganggu kegiatan dokumentasi foto.
Kejadian yang ketiga terjadi di kawasan makam Sunan Muria. Sesampainya di makam, kami berjalan sedikit ke atas untuk naik ojek. Namun, suasana di atas ricuh, karena para jemaah berebut ojek untuk sampai ke makam yang berada di atas. Karena kami mengambil hari Minggu pagi, banyak rombongan dari penjuru Nusantara yang berziarah. Perbandingan jumlah antara jemaah dan ojek sangat jauh, sehingga mau tidak mau, kami khususnya panitia harus berebut dan saling sikut untuk mendapatkan ojek. Suasana saat itu sangat rusuh. Karena banyak lansia di rombongan kami, maka santriwan dan santriwati mengalah terlebih dahulu untuk para lansia.
Sunan Muria merupakan makam terakhir yang kami ziarahi. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Sesudah do'a perjalanan dipanjatkan, untuk mengisi kekosongan perjalanan, bidang dokumentasi memutar musik-musik religi. Di pertengahan jalan, kami tidak lupa untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa ke Bandung, dan kami membeli di daerah Kampung Semarang. Setelah puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar pukul 9 malam, kami melaksanakan salat jamak takhir Isya dan Ashar. Setelah 40 menit, kami melanjutkan perjalanan.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 23.30 WIB, kami pun sampai di Bandung, di Ma'had tercinta yaitu Ma'had Al-Mu'awanah. Orang-orang turun dari bus dengan membawa oleh-oleh dan barang bawaannya. Kembali ke rumah untuk beristirahat, dan bersiap melanjutkan kegiatan esok pagi.
Penulis : Rifqi Muhammad Rofiqi
No comments
Post a Comment