Sejarah Desa Cipacing Desa Bedil Angin

VOKALOKA.COM , Sumedang- Warga lokal meyakini bahwa produksi senapan angin pertama di Cipacing dimulai sekitar tahun 60-an. Awalnya, penduduk Cipacing bekerja sebagai pandai besi. Keahlian yang ulung dalam bidang pandai besi tersebut melahirkan peralatan dapur dan rumah tangga dengan kualitas unggul.

Bagi penduduk Desa Cipacing, Kabupaten Sumedang, suara letusan senapan angin bukanlah hal yang menakutkan. Sebaliknya, suara itu dinantikan oleh semua orang di desa. Mereka menyambut letusan dengan gembira, seperti pelajar yang mendengar bel pulang sekolah. Di Cipacing, suara senapan angin adalah bagian hidup sehari-hari.

Tak heran, hampir 70 persen penduduknya mencari mata pencaharian dari produksi senapan angin. Ada yang menjadi pengrajin, menjual bahan baku, membuka toko, atau bahkan menjadi agen senapan angin di kota-kota besar. Segala jenis profesi yang menggerakkan perekonomian Cipacing tidak terlepas dari senapan angin.

Semua keterampilan ini diwariskan secara turun-temurun. Di rumah-rumah kecil dan gang-gang sempit Desa Cipacing, terdapat lebih dari 200 rumah produksi. Biasanya, setiap rumah memiliki bengkel sendiri di satu ruangan untuk kegiatan produksi. Seorang pengrajin mampu membuat sepuluh senapan angin dalam satu bulan.

Ada juga orang-orang pensiunan dari PT. PINDAD yang mulai merakit senapan angin di sana. Cucu Suryaman, keturunan pembuat senapan angin pertama, mengonfirmasi hal ini. Menurutnya, para pensiunan dari PT. PINDAD membawa keahlian merakit senapan angin ke Cipacing.

"Cucu menceritakan, 'Kakek saya memulai dengan model DIANA pada zamannya, jenis senapan angin pompa.' Dia adalah salah satu dari generasi pertama yang membentuk komunitas pengrajin senapan angin."

Cucu mengingat masa lalu tentang perjuangan kakeknya dalam membuat dan menjual senapan angin. Pembeli biasanya berasal dari luar pulau Jawa, bahkan jika ada pembeli dari Jawa, mereka datang bukan dari Jawa Barat, melainkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Dulu kakek saya, ketika memiliki sepuluh senapan, langsung berangkat ke Lampung, Surabaya, atau Malang. Senapan harus diantar langsung. Mereka tidak membayangkan membuka toko di Jalan Raya Cipacing."

Kakeknya pergi membawa sepuluh senapan dan pulang dengan uang untuk makan. Lama kelamaan, ayah Cucu ikut jejak kakeknya menjadi pengrajin senapan angin. Jumlah senapan angin yang dijual meningkat, memudahkan perekonomian.

"Ayah saya memiliki gagasan untuk membuka toko senapan angin di Jalan Cipacing. Ini membuat pengrajin senapan angin tidak perlu lagi berpergian jauh untuk berdagang. Toko ayah saya adalah yang pertama di Cipacing, sekitar tahun 90-an."

Setelah toko pertama berdiri, Cipacing mulai dikenal sebagai pusat produksi senapan angin. Pengrajin bertambah, demikian juga dengan toko di daerah tersebut. Ekonomi semakin kuat, dan akhirnya desa ini terkenal sebagai sentra senapan angin.

Penulis : Nizar Nur Ramadhan

No comments

Post a Comment