VOKALOKA.COM, Jakarta – Ngaji Hamka sebagai salah satu program yang diusut Yayasan Keluarga Besar Buya Hamka menjadi upaya untuk melahirkan generasi muda yang memiliki kualitas hidup seperti Buya Hamka. Setidaknya, itulah kesan saya pada kegiatan Ngaji Hamka yang saya ikuti pada hari Jumat (15/12/2023).
Yayasan yang dikelola langsung keluarga besar Buya Hamka ini mengadakan sebuah event diskusi yang bertemakan Pengaruh Karya Buya Hamka Terhadap Literasi di Indonesia menjelang launching film buya Hamka volume 2. Pamflet kegiatan tersebut begitu menarik hati saya untuk bisa duduk menyaksikan kegiatan tersebut.
Jarak antara Bandung dan Jakarta tidak menjadi masalah. Sebagai penggemar karya Hamka, duduk disana menikmati diskusi hangat bersama para panelis ternama seperti A. Fuadi, Naila Fauzia, Alim Sudio dan moderator Ustaz Hadi Nur Ramadhan tentu terbayarkan.
Pertama diawali dengan pemaparan singkat dari setiap panelis. Kemudian, sesi dilanjut dengan tanya jawab. Tak disangka, Ustaz Hadi Nur Ramadhan yang merupakan moderator mempersilahkan saya sebagai peserta terjauh untuk memberikan pandangannya terkait Buya Hamka dalam kacamata generasi Z.
Sekilas saya sampaikan kekaguman saya dan kurangnya generasi Z terhadap literasi tokoh. Kesempatan itu pun saya sambut dengan pertanyaan lanjutan. Saya tanyakan walau sedikit gugup, soal bagaimana menjadi Buya Hamka di era 5.0 sekarang.
Ahmad Fuadi, seorang penulis Novel Hamka yang best seller menjawab dengan sangat berisi. Dia sampaikan bahwa Hamka adalah kumpulan passion dan konsistensi. Keinginan kuat Hamka akan ilmu pengetahuan dibarengi dengan kemampuan Hamka untuk mendalami hal tersebut. Singkatnya, Hamka ialah seorang pembelajar aktif.
Tidak puas sampai disana, saya pun menanyakan soal karya Hamka—yang memang disinggung panelis diawal pembicaraannya. Sebetulnya, bagaimana cara kita agar mampu menciptakan karya yang usianya melampaui zaman seperti Hamka?
Menarik sekali ketika penulis sekelas A. Fuadi sendiri tak sanggup untuk menjawabnya. Justru pertanyaan itu adalah pertanyaannya sendiri. Hanya saja, menurutnya, karya yang mengabadi dalam hati hanyalah bisa dilahirkan menggunakan hati. "Menulislah dengan hati," ujarnya.
Seorang panelis lain, Alim Sudio, dia memberikan pandangan, bahwa kita harus memiliki akarnya terlebih dahulu. Jika Hamka menggunakan Islam sebagai akarnya, nah jika ingin seperti Hamka, gunakanlah Islam sebagai akarnya dalam berkarya.
Bagi saya, jawaban-jawaban para panelis begitu menggelitik hati. Di tambah ustaz Hadi memberikan wawasannya, katanya, Hamka lahir dari 'Mujahadah' (kesungguhan belajar), 'Mulazamah' (berguru secara langsung) dan 'Membaca' (rajin membaca buku).
Singkatnya, mengikuti kegiatan Ngaji Hamka memberikan arti mendalam tentang langkah-langkah bagi generasi muda untuk menapaki jalan hidup seperti Buya Hamka. Kurang lebih dua jam kegiatan berlangsung. Di akhiri sesi foto dan berbincang langsung, kegiatan tersebut sangat berkesan.
Muhammad Naufal Fatyu Robbani (Reporter)
No comments
Post a Comment