Integritas Agama dan Budaya

Seringkali masyarakat kita baik di suatu daerah atau tempat tertentu senantiasa mempertentangkan antara agama dan adat-istiadat. Padahal tidak relevan jika keduanya dipertentangkan karena tidak dalam posisi sederajat atau sebanding. Pertentangan yang tidak sebanding itu kemudian melahirkan konflik yang sampai saat ini terus terjadi. Bahkan akhir-akhir ini semakin meruncing ke arah dekadensi kesatuan dan persatuan bangsa dan negara kita.

Misalnya pandangan klasik masyarakat yang seringkali mengemuka dalam kehidupan kita mengenai relasi agama dengan adat-istiadat secara umum dapat dibagi menjadi dua. Pandangan pertama mengatakan bahwa agama itu bertentangan dengan adat-istiadat. Oleh karena itu agama harus yang didahulukan, sehingga adat harus di matikan atau bahkan dihilangkan sama sekali. Pandangan kedua mengatakan bahwa adat itu merupakan warisan nenek moyang. Segala sesuatu yang sudah dilakukan secara turun temurun.

Hasil budaya tersebut menjadi kekayaan umat Islam dan menjadi peradaban yang spesifik. Agama merupakan sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahami dan menafsirkan dunia sekitar.

Sementara kebudayaan merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal (local wisdom). Agama maupun kebudayaan, keduanya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan sesuai kehendak Tuhan dan kemanusiaannya.

Agama melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan, sedangkan kebudayaan mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa dinamis dalam kehidupannya. Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat, mengandung makna kolektivitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan sosial keberagamaan secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem yang berlaku secara abadi di masyarakat.

Namun, terkadang dialektika antara agama dan budaya berubah menjadi ketegangan karena budaya sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran ilahiyat yang bersifat absolut. Agama secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiyah dan transendental. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Dialektika agama dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama sepanjang sejarahnya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nahl ayat 23 yang artinya "Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang yang musyrik."

Sejak awal kelahirannya, agama tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang tidak hampa budaya. Realitas dalam kehidupan ini, memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengantarkan ilmu agama menuju perkembangannya yang aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui oleh masyarakat dunia. Keanekaragaman budaya lokal merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah.

Keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya.

Budaya lokal ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk yang lain. Berpijak pada keragaman budaya di sejumlah daerah tersebut maka munculah kesatuan budaya yang disebut budaya nasional, yang pada dasarnya digali dari kekayaan budaya lokal. Budaya lokal merupakan nilai-nilai lokal hasil budidaya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu.

Budaya lokal tersebut bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Karena itu, pada dasarnya setiap komunitas masyarakat memiliki budaya lokal (local wisdom), ini terdapat dalam masyarakat tradisional sekalipun terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan (being smart and knowledgeable). Budaya lokal berisi berbagai macam kearifan lokal (pengetahuan lokal) yang digunakan oleh kelompok manusia menyelenggarakan penghidupannya.

Disinilah makna dan peran penting studi keagamaan di Perguruan Tinggi Islam khususnya untuk melakukan progresif untuk menata ulang perannya sebagai kekuatan studi Islam. Tidak hanya dalam tataran simbolistik belaka, tetapi yang sangat urgen harus menjadi agen terdepan mengawal segala bentuk arus perubahan budaya lokal masyarakat dalam berbagai dimensinya. Lebih daripada itu, harus terejawantahkan ke dalam pola pemikiran yang inklusif dan eksklusif dalam memandang realitas empiris yang mengitari kehidupan sosial-keagamaan.


Nurul Badriah/Vokaloka

No comments

Post a Comment