VOKALOKA.COM - Menjadi dai yang profesional sekaligus sebagai profesi itu pilihan atau keharusan atau bahkan kesalahan. Sudah jelas bahwa seorang dai itu harus profesional, tetapi apakah lantas dengan profesionalisme seorang dai tersebut bisa dijadikan sebagai profesi?
Sebelumnya mari kita pinjam sedikit tentang usulan sertifikasi dai oleh Kementerian Agama RI yang kembali mngemuka setelah muncul polemik 200 penceramah yang dirilis oleh Kemenag juga. Kompetensi yang akan disertifikasi adalah antara lain komptensi agama, jam terbang, dan komitmen kebangsaannya. Sedikit jika ketahui permasalahan dari kemenag untuk mensertifikasi dai ini adalah karena banyak dai yang menyimpang dari apa yang didakwahkannya menurutnya maka dibuatlah 200 dai yang dirilis yang sekarang berujung pada sertifikasi dai. Begitu antusias pemerintah Indonesia terhadap dai-dai yang ada di Indonesia. Bahkan sampai penetuan honor dai itu akan dipersiapkan dan dibeberkan kepada masyarakat oleh Kemenag. mumnya, masyarakat memberi honor atas ceramah yang dilakukan dilakukan oleh dai atau daiyah, tetapi tidak ada standar. Ada etika di kalangan para dai untuk tidak menentukan tarif karena hal ini dianggap mencederai nilai dakwah yang mereka lakukan. Dan honor yang mereka terima biasanya digunakan untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang dikelolanya. Rata-rata dai memiliki lembaga pendidikan seperti pesantren atau sekolah yang tentunya membutuhkan biaya operasional besar agar bisa berjalan dengan baik. Sampai segitunya Kemenag memperhatikan dai-dai yang ada di Indonesia, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menganggap itu sebagai ladang profesi mereka karena nantinya sudah ada SK dan keterangan gaji bagi para dai yang ada di Indonesia.
Tetapi bukan berati semua orang akan bisa mendaftarkan dirinya untuk menjadi dai, harus ada kriteria yang harus ia miliki (profesinalitas dai) yang telah disebutkan diatas. Para dai juga akan di golongkan sebagai golongan berapa gaji yang akan diterima disesuaikan dengan tempat tinggal menuju tempat dakwahnya. Karena Kemenag juga menilai dari segi profesionalitas dai masih banyak yang belum memenuhi standar. Banyak juga ditemukan dai yang profesionalitasnya hanya untuk afiliasi publik saja. Ada pula dai yang berafiliasi dengan partai politik tertentu, yang akhirnya tidak bisa berpikir dengan jernih atas berbagai persoalan bangsa. Dai pendukung partai oposisi menjadikan panggungnya sebagai sarana untuk menghujat pemerintah sementara yang pro dengan kakuasaan memberi legitimasi atas tindakan-tindakan pemerintah. Dai sebagai penuntun masyarakat seharusnya menyampaikan kebenaran jika yang dilakuan pemerintah memang benar dan menyampaikan kritik jika yang dilakukan pemerintah memang patut untuk dikoreksi. Maka sudah seharusnya dai adalah seorang yang berdiri diatas semua golongan serta moderat.
Sehingga untuk menjadi dai yang profesional dan bergaji adalah pilihan seorang untuk mendakwahkan kepada masyarakat dengan garis bawah bahwa dakwah itu adalah untuk mengajak manusia selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Alloh SWT, serta berbuat yang lebih baik. Tidakpun digaji, seorang dai tersebut pasti akan digaji oleh Alloh SWT diakhirat, jika apa yang telah disampaikan itu juga dilaksanakannya. Sehingga sampai Kemenag membuat daftar honor dai yang ada di Indonesia, itulah juga bukti pahala dari Alloh SWT di dunia. Menjadi Dai Profesional, Adalah Profesi yang di Gaji Oleh Alloh SWT di Dunia dan Akhirat.
Nadiya Nadha/Vokaloka
No comments
Post a Comment