Bawaslu berharap MUI melakukan sosialisasi yang luas terkait fatwa tentang pelarangan penggunaan uang haram


VOKALOKA - Bawaslu berharap MUI melakukan sosialisasi yang luas terkait fatwa tentang pelarangan penggunaan uang haram.

Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI), berharap agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperluas penyebaran informasi mengenai fatwa yang menyatakan bahwa penggunaan politik uang adalah perbuatan yang diharamkan.

"Fatwa tersebut sudah ada. Namun, sayangnya, fatwa ini belum cukup disampaikan dalam ceramah dan khotbah," ujar Bagja kepada wartawan di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, pada hari Rabu.

Bagja berpendapat bahwa sosialisasi mengenai fatwa tersebut kepada masyarakat, terutama umat Islam di Indonesia, merupakan salah satu upaya untuk mengurangi potensi penyalahgunaan politik uang dalam Pemilu 2024 yang akan datang.

Oleh karena itu, Bagja mengumumkan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan MUI untuk mengintensifkan sosialisasi terkait dengan fatwa tersebut.

Menanggapi harapan tersebut, Asrorun Niam Sholeh, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, menyatakan bahwa mereka akan menyebarkan kembali fatwa yang menyatakan bahwa politik uang adalah perbuatan yang diharamkan kepada umat Islam di Indonesia.

Niam juga menekankan bahwa sosialisasi mengenai fatwa tersebut merupakan bentuk tanggung jawab sosial ulama dalam mendukung terwujudnya demokrasi yang berkualitas di Indonesia.

"Fatwa tersebut ditetapkan sebagai wujud tanggung jawab sosial ulama dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas," ujar Niam saat dikonfirmasi.

Fatwa mengenai politik uang tersebut ditetapkan berdasarkan Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diadakan pada tanggal 23-27 Rabi'ul Akhir 1421 Hijriah atau 25–29 Juli 2000. Dalam musyawarah tersebut, pembahasan mencakup suap (risywah), korupsi (ghulul), dan pemberian hadiah kepada pejabat.

Dalam musyawarah tersebut, Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa suap, uang pelicin, politik uang, dan sejenisnya dapat dikategorikan sebagai risywah jika tujuannya adalah untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatalkan perbuatan yang benar. MUI kemudian menyepakati bahwa memberikan dan menerima risywah adalah perbuatan yang diharamkan.


M. Fikri Muzhaffar/Vokaloka

No comments

Post a Comment